Apa bedanya ustadz, ajengan dan kyai?

Sekadar ingin berbagi kisah dengan cara bertutur penulis yang mungkin terkesan ngawur dan asal-asalan, tentang diskusi sore tadi. Semoga kisah penulis ini bisa menjadi obat galau bagi yang membacanya.

Apa bedanya ustadz, ajengan dan kyai? adalah materi kuliah sareupna sore tadi yang rutin digelar di kampus PKH Garut Gedung Transitodio. Kuliah yang sifatnya teu umum itu dihadiri oleh seorang narasumber yang dilihat dari namanya saja sudah membuat hati orang bergetar. Beliau adalah Aceng Juhara atau biasa dipanggil Alexa Pratama, yang jika diartikan berarti A itu adalah nilai yang bagus, utama, sedangkan Ceng adalah panggilan bagi santri atau pemuka agama yang dihormati dan Juhara entahlah apa artinya kata ini, tapi saya coba artikan saja juara. maka Aceng Juhara berarti Santri Hade nu Juara. Maka sangat tepat jika beliau dipilih secara kebetulan dan terpaksa sebagai Dosen tamu pada kuliah sareupna tadi.

Suasan kuliaha sareupna di Gedung Transitodio . Nampak Bapak Aceng Juhara sedang presentasi materi.

 Jadi naon atuh bedana ustadz, ajengan jeung kyai menurut seorang Alexa Pratama eh salah, maksud penulis Aceng Juhara teh? 

Numutkeun kana panalungtikan yang katanya pernah dilakukan oleh beliau di 42 Kecamatan di Kabupaten Garut, ternyata perbedaan istilah antara ustadz, ajengan dan kyai itu timbul karena faktor sosiokultural dan faktor ormas islam yang ada di Kabupaten Garut. Agar mudah dipahami, beliau juga menganalogikan ketiga istilah itu layaknya profesi atau pekerjaan.

Ustadz itu ibarat seorang guru bergelar akademik S1 yang mengajar murid setara siswa SD hingga SMA. Ajengan ibarat dosen bergelar S2 yang mengajar mahasiswa calon diploma atau sarjana, sedangkan kyai setara dengan profesor yang mengajar mahasiswa pasca sarjana atau mahasiswa calon doktor. Tugas mereka hakikatnya sama, yaitu ngawuruk jelema supaya pinter tur bener.

Saking semangatnya Bapak Alexa Pratama eh, Bapak Aceng Juhara menyajikan dan menjelaskan materi layaknya orator ulung zaman revolusi. Para peserta kuliah sareupna yang diantaranya dihadiri oleh para petinggi dan elite majelis wakwaw seperti, BJ alias Bang Jun, Mang Udin alias Deni Kentung, Aceng Ahmad alias Chenkhot selaku karburator eh, moderator, penulis sendiri dan juri masterchef planet mars Bapak Hendarsyah atau yang akrab disapa Si Waka, Tsamina mina eh..eh waka.. waka eh.. eh..(eh naha bet jadi ngalagu Shakira) merasa terpukau dan lupa waktu.

Jadi intisari yang dapat diambil dari kuliah sareupna tadi adalah ustadz, ajengan dan kyai itu serupa tapi tak sama. Sama sama syiar agama tapi beda tempat ngantorna, ustadz mah di sakola ari ajengan jeung kyai mah di Kampus.

Ke..ke..ke.. ustadz, ajengan dan kyai itu adalah sebutan untuk pendakwah laki-laki, lalu yang penulis ketahui kenapa untuk pendakwah perempuan sebutannya hanya ada  ustadzah saja? kenapa gak ada ajenganah dan kyaiah? Istilah lain yang ada justru panggilan mamah, seperti mamah dedeh bukan ajenganah dedeh.

2 komentar:

  1. aduh kang inspiratif tah perkawis Papadon Ustad, Ajengan sareng Kyai....

    BalasHapus
  2. Apapun itu sebutannya mau ustad, anjengan atau kiai, seharus nya mereka itu bisa lebih bijak atau mungkin super bijak dlm mengatasi masalah, tidak berat sebelah, merujuk dr kata islam itu rahmatan lil alamin..bukan begitu..,

    BalasHapus